Sabtu, 20 April 2013


PERANG SAUDARA DAN ANARKISME REMAJA DI BUMI REOG

Wahyu Dwi Herlambang Nur Hadiansyah

Abstrak: Persaudaraan Setia Hati Winongo (PSHW) dan Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) merupakan sebuah organisasi seni bela diri pencak silat yang masih bersaudara dan mendapat perhatian dari masyarakat karena saling bermusuhan dan sering terlibat konflik. Organisasi ini tumbuh subur di kawasan Bumi Reog dikarenakan Kabupaten Ponorogo berdekatan dengan Kabupaten Madiun yang merupakan pusat dari organisasi pencak silat tersebut. Akhir-akhir ini kedua organisasi tersebut berulah lagi di kawasan Bumi Reog bagian selatan, apabila perang saudara tersebut terus terjadi maka akan menjadi sebuah kebudayaan yang menyimpang serta mampu menyebabkan kedua organisasi tersebut kehilangan pamor di mata masyarakat.

Kata Kunci: Pencak Silat, SH, PSHW, PSHT, Konflik.

            Kabupaten Ponorogo merupakan salah satu kabupaten yang masuk di daerah Provinsi Jawa Timur, Negara Republik Indonesia. Kabupaten ini terletak di koordinat 111º 17’ - 111º 52’ BT dan 7º 49’ - 8º 20 LS dengan ketinggian antara 92 sampai dengan 2.563 meter di atas permukaan air laut dan memiliki luas wilayah 1.371,78 km² (www.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Ponorogo). Kabupaten Ponorogo terletak di sebelah barat dari Provinsi Jawa Timur dan berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Ponorogo dikenal dengan julukan Kota Reog atau Bumi Reog karena daerah ini merupakan daerah asal dari kesenian Reog.
            Kabupaten Ponorogo, tanpa banyak masyarakat luar yang tahu, kabupaten ini merupakan kawasan yang sangat subur mengenai pertumbuhan organisasi seni bela diri pencak silatnya. Pencak silat adalah gerakan tubuh yang menampilkan keindahan seni jurus-jurus tertentu dalam pertarungan yang berasal dari dalam jiwa untuk menyerang lawan (Saleh dan Matakupan, 1983). Berhubungan dengan banyaknya para pemuda yang berminat dengan olah gerak dari organisasi seni bela diri pencak silat serta ditambah dengan dekatnya Kabupaten Ponorogo ini dengan Kabupaten Madiun yang merupakan kawasan dan tempat dimana para pendekar berasal, secara tidak langsung mendukung organisasi seni bela diri tersebut untuk berkembang luas. Banyak organisasi seni bela diri pencak silat yang tumbuh subur di kawasan Bumi Reog yang diikuti oleh sebagian besar para pemuda (siswa SMP/MTS maupun SMA/SMK/MA) baik laki-laki maupun perempuan, seperti PERSAUDARAAN SETIA HATI WINONGO TUNAS MUDA MADIUN (PSHW), PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE (PSHT), CEMPAKA PUTIH (CP), BINTANG SURYA (BS), IKATAN KERA SAKTI (IKS), PAGAR NUSA (PN), GASMI, MERPATI PUTIH, BUNGA ISLAM, MARGOLOYO, LEMBU SEKILAN, JIU JITSU, TAE KWONDO, KARATE dan lain sebagainya.
Organisasi seni bela diri pencak silat yang mempunyai tujuan yang jelas sekarang sering disalahtafsirkan oleh para remaja/pemuda dari masing-masing pengikut organisasi pencak silat. Organisasi pencak silat tersebut dibentuk dengan tujuan yang mulia, yakni untuk membela diri ketika sedang berlawanan dengan musuh menggunakan seni bela diri pencak silatnya (Goodman, 1994: 84). Mereka para remaja yang masih belum matang pikirannya terlalu arogan/anarkis dan terlalu subjektif dalam menafsirkan mengenai apa makna dari seni bela diri dalam sebuah organisasi pencak silat yang mereka tekuni.
            Organisasi seni bela diri tersebut mempunya latar belakang dan cara berbeda dalam setiap kebijakan yang diterapkan oleh para pendiri dan para pengikutnya. Sehubungan sebagian besar para pengikut dari sekian banyak organisasi bela diri pencak silat adalah pemuda, maka rentan sekali terjadi adanya konflik antar organisasi tersebut. Dua organisasi seni bela diri pencak silat yang sejak dulu telah lama berkonflik, yang saling bermusuhan sejak lama, seta dendam dari kedua organisasi tersebut telah mendarah daging adalah PERSAUDARAAN SETIA HATI WINONGO TUNAS MUDA MADIUN (PSHW) dan PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE (PSHT). PSHW Vs PSHW merupakan dua organisasi yang paling banyak diikuti oleh mayoritas remaja/pemuda di Ponorogo. Oleh karena itu, maka sering terjadi pertikaian dari dua organisasi ini di kawasan Bhumi Reog yang merugikan banyak pihak. Mengapa dalam dua organisasi seni bela diri pencak silat ini (PSHW dan PSHT) saling bermusuhan dan acapkali mengalami pertikaian? Bagaimana cara membuat organisasi seni bela diri pencak silat ini berdamai dan saling menghargai?

SEJARAH PERMUSUHAN PSHW dengan PSHT

            Sejarah persaudaraan “Setia-Hati” disingkat SH berawal pada tahun 1903, yakni dengan didirikannya persaudaraan SEDULUR TUNGGAL KECER di kampung Tambak Gringsing-Surabaya oleh Ki Ngabehi Soero Diwiryo. Ki Ngabehi Soero Diwiryo mempunyai nama kecil, yakni Masdan. Saat itu nama permainan seni pencak silatnya adalah JOYO GENDILO dan hanya diikuti oleh delapan murid saja (delapan murid tersebut 2 diantaranya adalah adik kandung Ki Ngabehi Soero Diwiryo, 1 orang yakni orang Belanda dan beberapa diantaranya adalah cikal bakal para pendiri organisasi pencak silat Setia Hati Terate). Pada tahun 1915 nama permainan seni pencak silatnya berubah menjadi JOYO GENDILO CIPTO MULYO. Organisasi seni bela diri pencak silat tersebut mendapat hati di kalangan masyarakat setelah dilakukannya demonstrasi secara terbuka di aloon-aloon Kota Madiun pada tahun 1917 dan menjadi populer di masyarakat karena memiliki gerakan yang unik dan bertenaga. Ki Ngabehi Soero Diwiryo mengganti nama organisasi seni bela diri pencak silat JOYO GENDILO CIPTO MULYO menjadi PERSAUDARAAN SETIA HATI (http://literatursejarah.blogspot.com/2010/01/sejarah-persaudaraan-setia-hati-tunas.html). Lantas dengan seiring berjalannya waktu, Persaudaraan Setia Hati berganti nama menjadi Persaudaraan Setia Hati Winongo Tunas Muda Madiun (PSHW). PSHW berpusat di Desa Winongo, Kabupaten Madiun. Persaudaraan ini pada hakekatnya bertujuan untuk membekali masyarakat yang ikut mejadi anggota organisasi ini dengan seni bela diri pencak silat untuk mempertahankan diri dari gangguan musuh.
            Sedangkan Persaudaraan Setia Hati Terate didirikan pada tahun 1922 oleh Ki Hadjar Hardjo Oetomo di Desa Pilangbango, Kabupaten Madiun. Ki Hadjar Hardjo Oetomo sendiri merupakan siswa kinasih (siswa kesayangan) dari Ki Ngabehi Soero Diwiryo (pendiri aliran pencak silat Setia Hati atau lebih akrab dengan singkatan SH). Di awal perintisannya, perguruan pencak silat yang didirikan Ki Hadjar ini diberi nama Setia Hati Pencak Sport Club (SH PSC). Semula, SH PSC lebih memerankan diri sebagai basis pelatihan dan pendadaran pemuda Madiun dalam menentang penjajahan. Untuk mensiasati kolonialisme perguruan ini beberapa kali sempat berganti nama, yakni, dari SH PSC menjadi Setia Hati Pemuda Sport Club (http://blog.prosilat.com/?page_id=40). Perubahan makna akronim ‘’P’’ dari ‘’ Pencak’’ menjadi ‘’Pemuda’’ sengaja dilakukan agar pemerintah Hindia Belanda tidak menaruh curiga dan tidak membatasi kegiatan SH PSC. Pada tahun 1922 SH PSC berganti nama lagi menjadi Setia Hati Terate. Kabarnya, nama ini merupakan inisiatif Soeratno Soerengpati, siswa Ki Hadjar yang juga tokoh perintis kemerdekaan berbasis Serikat Islam (SI). Persaudaraan Setia Hati Terate pada dasarnya bertujuan membekali para anggota organisasinya untuk membela diri dari gangguan para musuhnya.
            Dapat kita garis bawahi bahwa pada dasarnya antara Persaudaraan Setia Hati Winongo (PSHW) dengan Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) masih memiliki hubungan saudara, karena pendiri PSHT adalah murid dari pendiri PSHW. PSHW dan PSHT sama-sama memiliki tujuan yang adi luhung atau mulia bagi masyarakat, yakni membekali masyarakat dengan ilmu seni bela diri pencak silat guna untuk menjadi tameng dikala mendapat gangguan dari musuh. Secara garis besar tidak ada celah-celah permusuhan antara dua organisasi pencak silat untuk bertikai. Lalu ada apa sebenarnya dengan mereka yang saling berseteru di luar sana dengan membawa-bawa nama dua organisasi sebagai perisai untuk alasan bertikai? Ada beberapa faktor yang menyebabkan konflik antar dua organisasi pencak silat ini, yakni sebagai berikut:
·         Ternyata di luar sana berkembang cerita versi lain bahwa Ki Hadjar Hardjo Oetomo sebagai pendiri Persaudaraan Setia Hati Terate telah berkhianat terhadap Ki Ngabehi Soero Diwiryo (pendiri PSHW) karena setelah mendapat ilmu dari Ki Ngabehi Soerodiwiryo, Ki Hadjar Hardjo Oetomo mendirikan organisasi pencak silat sendiri. Ki Hadjar Hardjo Utomo dianggap pengkhianat oleh anggota pencak silat PSHW.
·         Kedua perguruan mengklaim bahwa nilai ideologi aliran SH yang asli dan paling benar ada didalam perguruan mereka, oleh karena itu mereka saling bertikai (Louis Rika, 2012).
·         Adanya stigma bahwa PSHW identik dengan sebutan “celeng/babi hutan” dan PSHT dengan sebutan”kirek/anjing”. Antar anggota PSHW dan PSHT acapkali berseteru mengolok-olok dengan kata-kata “celeng dan kirek”.
·         Anggota dari organisasi PSHW maupun PSHT mayoritas masih terlalu muda dan belum bisa mengontrol emosi.

PERTIKAIAN PARA PENDEKAR di BUMI REOG

            Pada hari minggu tanggal 15 Januari 2013 Ratusan pendekar dari dua perguruan pencak silat bentrok di Kecamatan Slahung, Kabupaten Ponorogo, Provinsi Jawa Timur. Empat rumah warga rusak akibat terkena lemparan batu. Sebuah sepeda motor yang kebetulan terparkir di lokasi bentrokan juga ikut dirusak. Menurut warga bentrok terjadi ketika massa salah satu perguruan terbesar di Ponorogo tengah berkonvoi. Entah apa pemicunya, tiba-tiba mereka saling lempar dengan massa perguruan silat lainnya. Untuk menghidari bentrok susulan, ratusan polisi berjaga di sejumlah titik rawan kerusuhan (Dirgo Suyono, berita liputan 6 pagi SCTV).
            Dari Liputan Berita 6 Pagi di SCTV diketahui bahwa telah terjadi bentrokan di kawasan Kecamatan Slahung, Kabupaten Ponorogo oleh anggota suatu perguruan pencak silat yang menyebabkan kerugian oleh beberapa pihak. Dapat dikatakan bahwa yang bertikai tersebut adalah anggota dari PSHW dengan PSHT. Entah mengapa anggota dari organisasi PSHT tiba-tiba menyerang anggota organisasi PSHW. Selang beberapa waktu dapat diketahui bahwa penyebab dari bentrokan tersebut adalah pembuatan sebuah tugu dari lambang organisasi PSHW di Desa Bungkul, Kecamatan Slahung, Kabupaten Ponorogo. Anggota dari PSHT merusak tugu, sepeda motor dan beberapa rumah disekitar tempat tugu tersebut berada.
            Para warga di sekitar tempat kejadian bentrok masih terheran-heran dengan ulah para pemuda tersebut. Mengapa para anggota PSHT dengan arogannya melalukan tindak anarkisme seperti itu. Masyarakat Ponorogo sudah tahu soal adanya permusuhan antara dua organisasi tersebut sejak lama, namun yang menjadikan pertanyaan, mengapa anggota PSHT merusak tugu, motor dan rumah warga yang tidak tahu apa-apa? Apakah mereka bersalah? Setelah dikaji lebih lanjut dapat diketahui bahwa akar dari permasalahan tersebut adalah anggota PSHT tidak terima apabila anggota PSHW mendirikan tugu di kawasan Kabupaten Ponorogo.
            Para anggota dari organisasi PSHW merasa heran dengan ulah dari saudara muda mereka (anggota dari PSHT), mengapa mereka tidak terima dengan adanya satu buah tugu dari organisasi PSHW? Bukankah tugu mereka (PSHT) berdiri dimana-mana? Apakah mereka merasa iri dengan berdirinya satu buah tugu saja dari organisasi PSHW? Padahal anggota PSHW selama ini tidak pernah melakukan pengrusakan terhadap tugu-tugu dari organisasi PSHT sendiri. Oleh karena itu pada tanggal 15 Januari 2013 konflik antara PSHW dengan PSHT mengenai berdirinya tugu PSHW di kawasan Kota Reog tidak bisa dihindari. PSHW bertekad melindungi tugu mereka yang baru saja dibuat, sedangkan PSHT bertujuan untuk merusak tugu tersebut.
Anarkisme di dalam konteks remaja yang menjadi anggota dari organisasi seni bela diri pencak silat PSHW dan PSHT di Bumi Reog seolah-olah menjadi sebuah kebiasaan yang dilestarikan. Apabila hal tersebut tetap dianggap perilaku biasa, maka bisa-bisa menjadi sebuah kebudayaan yang menyimpang. Kebudayaan yang menyimpang ialah sebuah perilaku yang tidak benar dalam pandangan hidup, kepercayaan, dan simbol-simbol masyarakat (Liliweri, 2007: 7). Betapa bahanya apabila perilaku anarkisme menjadi sebuah kebudayaan di dalam lingkup masyarakat, pasti akan menjadi sebuah gaya hidup yang berbahaya dan menyimpang serta merugikan banyak pihak.
            Seharusnya mereka para pendekar (baik anggota PSHW maupun PSHT) lebih dewasa dalam mengambil sikap. Dengan mengambil langkah untuk bentrok akan menyebabkan kerugian dari kedua belah bilak, baik pihak PSHW maupun PSHT sendiri dan bahkan membuat rugi pihak lain. Bukankah antara PSHW dengan PSHT masih bersaudara? Bukankah tujuan utama mereka ikut organisasi seni bela diri pencak silat untuk membela diri ketika mendapat tekanan dari musuh? Kenapa mereka malah menyimpang dari tujuan luhur organisasi mereka sendiri? Apakah para anggota organisasi tersebut tidak malu kepada masyarakat dengan ulah yang kekanak-kanakan seperti itu? Semestinya para pendekar dari anggota PSHT lebih mawas diri terhadap perbuatan mereka soal perusakan tugu dari PSHW. Seharusnya mereka segan melakukan perbuatan seperti itu sebab secara nyata mereka (anggota PSWH) tidak pernah melakukan perbuatan perusakan tugu PSHT. Kenapa tidak dibiarkan saja mereka para anggota PSHW membuat tugu sebagai sebuah ekspresi kebanggaan mereka terhadap organisasi yang diikutinya. Seharusnya PSHT lebih tenggang rasa, menghormati, dan menghargai mereka. Soalnya sikap tersebut sudah ditunjukkan lebih lama dari anggota PSHW yang tidak pernah melakukan perusakan terhadap tugu PSHT.
            Sebenarnya para pemimpin dari kedua organisasi tersebut, yakni PSHW dan PSHT telah mengambil sikap yang bijak. Para pemimpin organisasi tersebut telah bersuara untuk berdamai dan berjanji tidak akan saling bertikai antara satu dengan yang lainnya. Seyogyanya apabila pemimpin sudah berdamai, sudah sepantasnya para pengikutnya juga akan ikut berdamai. Namun ternyata tidak, dipantau di lapangan mereka para pendekar dari kedua organisasi tersebut masih sering melakukan pertikaian. Entah siapa yang memulai konflik terlebih dahulu keadaan telah menjadi buram. Mungkin penyebab utama dari rentetan konflik yang berkepanjangan antara PSHW dengan PSHT adalah mayoritas para anggotanya yang masih muda/remaja yang masih labil dalam hal mengontrol ego serta sangat mudah marah. Jadi konflik sangat rentan terjadi diantara pemuda yang berbeda organisasi pencak silat (terutama antara PSHW dengan PSHT). Sudah sepantasnya para pemimpin organisasi dari PSHW maupun PSHT lebih ketat menyeleksi siapa saja yang mau masuk menjadi anggota, hal tersebut bisa dipraktekkan dengan menggunakan batasan umur, semisal hanya bisa menerima anggota yang telah berumur 17 tahun. Apabila hal tersebut bisa diterapkan maka bisa lebih efisien untuk meminimalisir terjadinya konflik. Karena remaja yang telah 17 tahun lebih matang kadar emosinya dan lebih bisa mengontrol setiap langkah perbuatannya. Sebab realitanya, remaja yang berumur 13-16 tahun masih labil dalam hal mengambil keputusan, mudah terpengaruh, mudah emosi, serta belum terlalu mahir dalam menentukan mana yang baik dan mana yang tidak baik (Siti Rahayu, 2006: 276-277).
            Pihak kepolisian seharusnya lebih tanggap mengenai permasalahan dari dua organisasi terbesar ini di kawasan Bumi Reog. Polisi seharusnya bertindak cepat apabila dua organisasi ini sedang melakukan hajatan dalam skala besar, harus mendampinginya sampai acara tersebut selesai. Mengapa harus demikian? Karena selama ini konflik sering terjadi disaat salah satu organisasi mengadakan hajatan penting dan ada organisasi dari pencak silat lain yang mengganggu. Maka terjadilah konflik/duel antar pemuda yang berbeda organisasi tersebut. Mungkin pihak berwajib seharusnya juga lebih memberikan perhatian khusus terhadap dua organisasi yang rawan berkonflik ini.

PENUTUP

            Organisasi seni bela diri pencak silat pada dasarnya merupakan sebuah kelompok yang dibentuk untuk memberikan pelatihan jurus-jurus tertentu kepada anggotanya guna menjadi tameng diri ketika dihadapkan dengan gangguan musuh. Seni bela diri pencak silat sendiri juga pasti mempunyai ideologi untuk membela yang benar. Tidak terlepas dari itu, organisasi yang sering bertikai dan bermusuhan seperti PSHW dan PSHT sendiripun juga memiliki ideologi seperti itu. Namun seiring berjalannya waktu, para anggota organisasi tersebut menjauh dari tujuan utama mereka. Mereka menjadi semena-mena dalam berbuat sesuatu dikarenakan mereka telah mempelajari seni bela diri pencak silat dan kebanyakan mereka yang bertingkah seperti itu adalah para remaja/pemuda (siswa SMP/SMA).
            Mereka para anggota organisasi PSHW maupun PSHT yang masih muda/remaja terlalu rentan untuk melakukan konflik. Mereka belum bisa mengontrol ego mereka dan membedakan secara pasti bagaimana caranya berperilaku yang baik di dalam masyarakat. Mereka para remaja yang menjadi anggota dari organisasi yang bermusuhan tersebut mendapat stigma buruk dari masyarakat dikarenakan ulah mereka sendiri yang sering bertikai dan bahkan berbuat onar yang bisa merugikan masyarakat. Apabila tindak anarkis mereka masih terus berlangsung yang disebabkan karena permusuhan lama dan kesalahpahaman maka bisa-bisa organisasi seni bela diri pencak silat mereka (PSHW dan PSHT) mengalami penurunan pamor dalam masyarakat luas. Oleh karena itu perlu adanya penanganan lebih lanjut dari pemimpin kedua organisasi tersebut terhadap para anggotanya, pihak kepolisian dan dari masyarakat.
            Penanganan lebih lebih lanjut tersebut dimaksudkan supaya konflik antara dua organisasi ini bisa diredam. Apabila hal tersebut bisa tercipta, semisal antara PSHW dan PSHT berdamai dan melupakan permusuhan mereka, maka tidak akan terjadi adanya tindak anarkisme dan terjadinya kerugian di dalam masyarakat. Sudah sepentasnya jalan damai dilakukan antara dua organisasi pencak silat silat ini, sebab masyarakat yang mengalami kerugian sudah bosan dengan tingkah laku anarkisme mereka. Berbeda ideologi itu wajar, tetapi jangan jadikan perbedaan sebagai alasan untuk bertikai. Tidak ada salahnya hidup berdampingan dengan organisasi seni bela diri pencak silat lainnya.

DAFTAR RUJUKAN
Goodman, F. Bela Diri Untuk Semua Umur. 1994. Ghalia Indonesia: Jakarta.
Liliwei, A. Makna Budaya dalam Komunikasi Antar Budaya. 2007. PT LKiS Pelangi Aksara: Yogyakarta.
Rahayu, S. Psikologi Perkembangan Pengantar dalam berbagai bagiannya. 2006. Gajah Mada University Press: Yogyakarta.
Saleh, M. dan Matakupan, J. Bela Diri II. 1983. CV. Gembira: Jakarta.
http://blog.prosilat.com/?page_id=40. Diakses 28 Maret 2013. 

BAB I
PENDAHULUAN

A.  LATAR BELAKANG
Remaja berasal dari kata latin adolesence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1992). Remaja sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua. Masa remaja adalah masa yang indah. Banyak hal yang terjadi pada masa transisi remaja dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Masa remaja menjadi tolok ukur yang begitu signifikan karena pada masa ini remaja masih labil dan mudah terpengaruh oleh suatu hal tertentu. Pada masa ini pula bisa terjadi hal-hal positif maupun negatif dari perbuataan remaja.
Remaja akan mengenal sebuah gaya hidup pada kalangan atau komunitas mereka. Pengertian gaya hidup menurut KBBI adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia di dalam masyarakat. Gaya hidup menunjukkan bagaimana orang mengatur kehidupan pribadinya, kehidupan masyarakat, perilaku di depan umum dan upaya membedakan statusnya dari orang lain melalui lambang-lambang sosial. Gaya hidup atau life style dapat diartikan juga sebagai segala sesuatu yang memiliki karakteristik, kekhususan dan tata cara dalam kehidupan suatu masyarakat tertentu. Gaya hidup sudah menjadi konsumsi remaja yang wajar pada zaman sekarang ini. Salah satu gaya hidup yang lagi menjadi tren di kalangan remaja adalah pacaran. Walgito (1978: 8-9) berpendapat bahwa remaja di dalam kehidupannya selain membutuhkan keperluan yang bersifat materiil, mereka juga membutuhkan keperluan yang bersifat psikologis. Pacaran merupakan salah satu keperluan yang bersifat psikologis.
DeGenova & Rice (2005) mengatakan bahwa definisi pacaran adalah menjalankan suatu hubungan dimana dua orang bertemu dan melakukan serangkaian aktifitas bersama agar dapat saling mengenal satu sama lain. Gaya hidup berpacaran di kalangan remaja pada zaman sekarang begitu berbeda dengan zaman dahulu. Gaya pacaran remaja sekarang lebih banyak menonjolkan sisi negatif atau tidak sehat. Dari sedikit pemikiran diatas, maka kami selaku peneliti akan mengangkat fenomena gaya hidup pacaran remaja untuk dijadikan sebagai bahan penelitan. Sehingga judul yang akan kami kaji adalah Sejarah Perkembangan Gaya Pacaran Remaja di kabupaten Ponorogo pada tahun 2007-2012.

B.  RUMUSAN MASALAH
Sebagaimana latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.    Faktor apa saja yang menyebabkan gaya pacaran remaja di kabupaten Ponorogo menjadi tidak sehat atau lebih menonjol sisi negatifnya?
2.    Bagaimana perubahan gaya pacaran remaja di kabupaten Ponorogo pada tahun 2007-2012?

C.  TUJUAN PENELITIAN
1.    Mendeskripsikan faktor-faktor yang menyebabkan gaya pacaran remaja di kabupaten Ponorogo menjadi tidak sehat atau lebih bersifat negatif.
2.    Mendeskripsikan perubahan gaya pacaran remaja di kabupaten Ponorogo pada tahun 2007-2012.

D.  MANFAAT PENELITIAN
1.    Bagi Peneliti
Mendapatkan pemahaman yang lebih dalam tentang fenomena perubahan gaya pacaran remaja di Kabupaten Ponorogo.
2.    Bagi Pembaca
Dengan penelitian ini, peneliti berharap akan memberikan wawasan yang lebih kepada pembaca tentang fenomena perubahan gaya pacaran remaja di kabupaten Ponorogo.

E.  METODE PENELITIAN
Dalam penelitian tersebut peneliti menerapkan metode penelitian yaitu pertama yang dilakukan peneliti dalam melakukan penelitian tersebut adalah menentukan topik permasalahan yang akan diteliti, kemudian berusaha merumuskan masalah yang ditemukan di lapangan dan menyusun sebuah rencana penelitian dan tujuan penelitian serta manfaat yang bisa diambil dari penelitian tersebut.
       Selanjutnya peneliti mengumpulkan data yang relevan, data yang dikumpulkan berupa data dari buku dan sumber lisan melalui sebuah wawancara. Melakukan verifikasi terhadap data-data yang telah berhasil dikumpulkan dalam hal ini peneliti melakukan kritik ekstern dan kritik intern untuk menguji kebenaran fakta yang telah diperoleh dari berbagai sumber.
          Hal terakhir yang dilakukan peneliti adalah menganalisis data-data atau fakta-fakta dalam hal ini peneliti menginterpretasikan fakta yang berhasil diperoleh serta mengaitkan dan menyatukan fakta-fakta dan mempertemukan tesis dengan tesis lain, atau tesis berhadapan dengan anti sintesis tahap ini disebut tahap sintesis. Kemudian peneliti menentukan pilihan historiografi dalam tahap ini peneliti menyajikan hasil laporan penelitian dari awal hingga akhir ke dalam bentuk tulisan. Dengan memperhatikan aspek kronologis, periodesasi, serialisasi, dan kausalitas serta aspek holistik (menyeluruh).


BAB II
PEMBAHASAN

A.  FAKTOR PENYEBAB PERUBAHAN GAYA PACARAN REMAJA
Menurut DeGenova & Rice (2005) pacaran adalah menjalankan suatu hubungan dimana dua orang bertemu dan melakukan serangkaian aktifitas bersama agar dapat saling mengenal satu sama lain. Sungguh bukan suatu hal tabu apabila kita berbicara dunia remaja tanpa ada yang menyinggung soal pacaran. Remaja dan pacaran merupakan suatu hal yang tidak bisa kita pisahkan dalam sebuah realitas kehidupan remaja. Status pacaran merupakan sebuah gelar yang ingin dimiliki setiap remaja pada umumnya ketika mereka mulai masuk ke dunia transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa. Semua orang pasti pernah menjalani masa remaja.
Masa remaja merupakan sebuah masa yang begitu signifikan dalam perkembangan pertumbuhan individu yang melalui kehidupan. Dalam masa remaja, begitu banyak pengaruh yang menghampiri, baik itu pengaruh dari dalam diri kita sendiri (internal) maupun pengaruh dari luar (eksternal). Pada masa ini pula perkembangan psikis, fisik dan sosial terjadi begitu cepat. Masa remaja merupakan masa pubertas. Perkembangan juga dipengaruhi oleh lingkungan sekitar.
Proses pacaran dikenal oleh remaja pada masa ini. Pacaran merupakan sebuah gaya hidup yang disadur dari kebudayaan barat oleh para remaja. Menurut remaja, apabila mereka sudah menjalin hubungan khusus dengan seseorang (pacaran), itu adalah tanda bahwa mereka sudah masuk ke dalam dunia remaja. Di dunia remaja, apabila belum pernah sama sekali pacaran, mereka akan merasa dikucilkan oleh teman-teman sebayanya, dianggap aneh dan dicap tidak gaul. Pandangan seperti itu merupakan pandangan yang dangkal dan tidak bermutu. Sebenarnya pacaran di kalangan remaja adalah sebuah upaya untuk menunjukkan identitas diri seseorang kepada orang lain bahwa dirinya sudah menuju ke arah dewasa.
Faktor-faktor yang mempengaruhi gaya pacaran yang bersifat negatif antara lain adalah sebuah pandangan yang keliru. Banyak remaja yang berfikiran bahwa apabila sudah terjadi ikatan antar lawan jenis (pacaran), maka apa yang ada di dalam diri lawan jenis adalah miliknya dan apa yang ada di dalam dirinya adalah milik lawan jenisnya. Bisa dikatan dengan kata-kata “dirimu adalah diriku, diriku adalah dirimu”. Di dalam peribahasa itu seakan-akan ada tuntutan dalam sebuah ikatan yang terselubung. Berbeda dengan konsep pacaran dari masa dulu (tahun 2007-2009), masa dulu memiliki konsep bahwa apabila pasangan senang, ia akan ikut senang. Tidak ada tuntutan seperti konsep pacaran remaja zaman sekarang.
Tuntutan-tuntutan dalam sebuah ikatan (pacaran) yang berlebihan,  akan menyebabkan gaya pacaran yang tidak sehat. Seperti tuntutan berduaan di tempat sepi, pegangan tangan, ciuman di kening, ciuman di pipi, ciuman di bibir, ciuman di leher dengan tuntutan rasa sayang dari pasangan. Apabila pasangan tidak mau menuruti tuntutan tersebut, maka pasangan akan marah dan menganggap pasangannya tidak sayang kepada dirinya. Hal-hal tersebut sangat merugikan pasangan, terutama pasangan dari pihak perempuan. Tuntutan yang tidak bermoral, pacaran yang seperti itu adalah pacaran yang hanya mengutamakan nafsu dengan alasan sayang tanpa memikirkan konsekwensi dari hal yang dilakukan terhadap pasangannya. Pacaran jangan diartikan hanya sebagai wadah untuk mengeksplorasi nafsu, pacaran tidak untuk kontak fisik (Eko, Jum’at 16 November 2012). Pemikiran remaja kita sungguh dangkal dalam definisi dan maksud dari pacaran itu sendiri.
            Faktor lain yang mempengaruhi adalah gaya atau mode pakaian yang digunakan. Remaja putri zaman sekarang (tahun 2009-2012) sudah benar-benar terpengaruh kebudayaan dari luar. Mereka suka memakai pakaian (tanktop, hotpen, bokser, kaos “you can see/lengan pendek”, celana pensil, kaos transparan dan lain sebagainya) yang mengundang nafsu birahi laki-laki. Pihak perempuan sendiri yang membuat laki-laki berfikiran macam-macam terhadap dirinya, karena mereka (perempuan) menggunakan busana yang minim. Remaja putri mengenakan busana seperti itu karena menurut mereka itu lagi menjadi tren dan mereka ingin dianggap gaul dan dicap modern oleh orang-orang yang melihat mereka.
Film porno yang beredar di kalangan remaja juga menjadi faktor yang mengubah cara pandang mereka dalam berhubungan dengan lawan jenis (pacaran). Dalam benak mereka ingin meniru adegan mesum dalam film porno dengan pasangan mereka (Eko, Jum’at 16 November 2012). Mereka hanya menuruti nafsu dan tidak mempunyai pikiran akan konsekwensi yang ditimbulkan dari perbuatan tersebut.
            Menjamurnya warnet-warnet dan kafe-kafe juga merupakan faktor yang begitu signifikan perannya dalam gaya pacaran remaja pada zaman sekarang. Sekat pada bilik di warnet (warung internet) begitu tinggi dan di kafe lampunya redup sehingga ada kesempatan untuk pacaran dan berbuat mesum di sana. Gaya pacaran di warnet dan di kafe mungkin sedang menjadi tren di kalangan remaja (Eko, Jum’at 16 November 2012).
            Kurangnya pendidikan agama terhadap diri remaja bisa menimbulkan dampak pacaran yang mengacu ke sisi negatif. Remaja yang kurang pendidikan agama lebih cenderung berpacaran tidak sehat daripada remaja yang memiliki bekal agama yang cukup.
            Pengaruh teman juga menjadi salah satu faktor penyebab pacaran yang berdampak buruk di dalam kalangan remaja. Walgito (1978: 17-18) berpendapat bahwa kelompok teman sebaya (peer group) ­kadang menjadi sebuah ancaman dalam kehidupan remaja, sebab teman yang tidak baik cenderung ingin melihat temannya sama dengan dirinya. Misal, apabila temannya belum punya pacar, maka ia akan berusaha membujuk temannya untuk berpacaran dan melakukan hal-hal seperti yang dia alami. Teman seperti itu kelihatannya membantu tetapi kenyataannya menjeremuskan. Apabila remaja tidak mampu menyikapi hal tersebut maka ia juga akan terjerumus ke dalam fenomena pacaran yang tidak sehat.

B.  PERUBAHAN GAYA PACARAN REMAJA
Gaya pacaran remaja pada tahun 2007-2009 begitu berbeda dengan remaja yang berpacaran di tahun 2010-2012. Perubahan tersebut begitu mencolok di dalam kalangan remaja apabila kita mampu melihat lebih dalam perubahan-perubahan itu. Perubahan gaya pacaran di kalangan remaja dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain faktor pandangan remaja terhadap pacaran, busana/pakaian, film porno/bokep, menjamurnya warnet (warung internet) dan kafe serta pengaruh dari teman.
Pada tahun 2007-2009, gaya pacaran remaja masih biasa-biasa saja, santun dan tidak aneh-aneh. Pada dasarnya pada kurun waktu tersebut gaya pacaran remaja masih tergolong baik dan belum terlihat gejala perubahan konsep pacaran yang begitu mencolok. Pada tahun 2007 sampai 2009, pacaran diartikan sederhana. Konsepnya hanya sebatas suka, nyaman, perhatian dan tidak terlalu banyak tuntutan. Bahasa lugasnya apabila pasangan senang, dia juga ikut senang. Belum terlihat adanya kontak fisik secara nyata dan budaya asing tidak terlalu berpengaruh pada kurun waktu tersebut.
Sebaliknya, pada tahun 2010-2012 gaya pacaran sudah begitu berbeda dengan tahun 2007-2009. Gaya pacaran pada tahun 2010-2012 sudah sangat parah di kalangan remaja, terutama di daerah kabupaten Ponorogo. Pandangan pacaran pada tahun 2007-2009 adalah Pacaran itu ya ada ikatan, ada komitmen, bisa saling mengerti dan memahami serta tidak aneh-aneh dalam melakukan hubungan dengan jenis, sebab pacaran ialah ikatan yang tidak sah secara agama, jadi di dalam menjalin hubungan dengan lawan jenis ada batasan-batasannya, tidak ada kebebasan mutlak dalam menjalin hubungan itu (Eko, Jum’at 16 November 2012). Tetapi cara pandang berpacaran remaja telah berkembang ke fase yang berbeda, lebih condong ke pandangan buruk terhadap pasangan. Dalam konteks ini, pacaran telah condong ke arah kontak fisik (gaya pacaran remaja tahun 2010-2012). Padahal remaja dulu, pacaran dalam hal kontak fisik begitu tabu dilakukan, tapi sekarang sudah menjadi pandangan yang biasa di kalangan remaja kita. Kontak fisik yang dulu dianggap tabu tetapi sudah dianggap biasa oleh kalangan remaja adalah pegangan tangan, ciuman, berduaan di tempat sepi dan bahkan melakukan hal-hal yang tidak senonoh atau tidak seharusnya dilakukan oleh golongan seumuran mereka (berhubungan intim). Malah berkembang suatu paradigma di kalangan remaja zaman sekarang bahwa apabila pacaran tidak melakukan hal-hal seperti itu (pegangan tangan, ciuman, melakukan hubungan intim) tidak modern, tidak gaul. Apabila dalam suatu hubungan tidak melakukan hal tersebut, maka dalam hubungan tersebut tidak harmonis dan pasangan dianggap tidak menyayangi salah satu pasangannya (Tata, Kamis 15 November 2012). Suatu pandangan yang rusak dan tidak bertanggung jawab namun pandangan seperti itu sudah dijadikan acuan/standar oleh remaja dewasa ini. Pandangan tersebut telah menjadi pemicu akan adanya fenomena hamil di luar nikah, aborsi serta hal-hal buruk lainnya di kalangan remaja. Hal tersebut akan mengakibatkan rentetan masalah yang berkelanjutan. Apakah seperti itu pandangan yang baik dalam menjalin suatu hubungan dengan lawan jenis (pacaran) yang benar? Apakah perasaan sayang harus dinilai dengan kontak fisik seperti itu? Pandangan yang berkembang di kalangan remaja yang berefek buruk seharusnya dirubah supaya tidak terjadi hal-hal yang merugikan antar pasangan. Yang merombak pemikiran yang buruk tersebut seharusnya ya mereka (remaja) sendiri.
Gaya pacaran remaja sekarang sungguh tidak bermoral dan tidak pantas untuk dikonsumsi oleh kalangan manusia seumuran mereka. Gaya pacaran mereka telah condong ke arah pacaran yang tidak sehat dan bermuatan nilai negatif. Pakaian remaja sekarang sudah sangat terpengaruh dengan budaya asing, remaja kita terutama pada pihak putri lebih suka menggunakan busana minim (tanktop, kaos transparan, hot pen, bokser, kaos ketat atau celana pensil dan lain sebagainya) dengan alasan tren sekarang tanpa memahami efek yang ditimbulkan di dalam gaya pacaran remaja sekarang (Tata, Kamis 15 November 2012). Dalam konteks ini, apabila remaja berpacaran dan pasangan putri memakai busana minim, kemungkinan adanya pacaran yang tidak sehat terjadi, sebab dengan pasangan yang memakai busana minim memicu pikiran-pikiran kotor terhadap lawan jenis. Seharusnya di dalam pacaran, remaja menggunakan busana yang sepantasnya saja, jangan memakai busana yang minim guna menghindari adanya perbuatan mesum.
Konsumsi besar terhadap adanya film porno menjadi salah satu pemicu adanya perbuatan mesum di kalangan remaja kita. Film porno benar-benar besar pengaruhnya terhadap psikis remaja (Eko, Jum’at 16 November 2012). Sebab masa remaja tidak punya pemikiran atau orientasi ke belakang dalam melakukan sesuatu hal pada umumnya, tanpa kecuali dalam soal berpacaran. Pendidikan agama yang cukup akan mampu menjadi tameng remaja untuk tidak mengkonsumsi hal-hal buruk yang mengganggu perkembangan mereka.
Menjamurnya warnet-warnet dan kafe-kafe menjadi tempat yang pas buat kalangan remaja untuk melakukan tindakan mesum. Sebab dalam gaya pacaran sekarang, kalangan remaja lebih suka berpacaran di warnet dan kafe. Menurut mereka gaya pacaran di tempat itu sedang menjadi tren sehingga kalangan remaja banyak yang meniru berpacaran di warnet dan kafe (Tata, Kamis 15 November 2012). Untuk menanggulangi adanya pacaran di warnet dan kafe seharusnya pihak kepolisian rutin melakukan penggrebekan di tempat itu guna merazia remaja yang melakukan pacaran dalam tingkat parah (mesum). Pihak pengelola sendiri seharusnya punya aturan tertentu supaya remaja yang akan berpacaran di tempatnya menjadi berpikir dua kali untuk menggunakan warnet dan kafe.
Teman-teman yang berkelakuan buruk juga akan mempengaruhi sikap temannya untuk melakukan perbuatan yang buruk pula. Jadi memang benar, apabila kita berteman dengan orang yang tidak baik, kita juga akan terpengaruh menjadi tidak baik pula. Dalam konteks sekarang ini, apabila seorang teman belum pernah melakukan apa-apa dengan pacarnya, sedangkan temannya sudah pernah melakukan hal-hal yang menjadi tren gaya pacaran sekarang (ciuman, petting, making love), maka teman-teman yang sudah pernah melakukan hal yang aneh-aneh dengan pacarnya akan mempengaruhi temannya untuk melakukan hal yang aneh pula dalam berpacaran. Teman yang tidak baik akan mengajari temannya untuk melakukan pacaran yang tidak sehat. Jadi dalam masalah ini, kita seharusnya pandai memilih teman yang baik, supaya teman yang baik tersebut memberi pengaruh yang baik pula kepada remaja lainnya dan dapat melakukan gaya pacaran yang sehat.



BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Dari pembahasan dalam uraian di atas kami mencoba mengungkapkan adanya fenomena perubahan gaya pacaran yang berubah drastis pada kurun waktu 2007-2012. Perubahan-perubahan tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktornya adalah pandangan remaja dalam mengartikan arti pacaran, busana/pakaian remaja yang minim, beredarnya film porno/bokep di kalangan remaja, menjamurnya warnet dan kafe serta pengaruh dari teman. Pengaruh dari faktor tadi menyebabkan perubahan gaya pacaran yang lebih mengutamakan kontak fisik (ciuman, petting, making love). Selanjutnya akan kita lihat perbedaan gaya pacaran tahun 2007-2009 dengan gaya pacaran dari tahun 2010-2012.
·         Gaya pacaran lebih mengutamakan kebahagiaan pasangan, pacaran tidak diartikan sebagai kontak fisik dan tuntutan akan hal-hal mesum nyaris belum ada (tahun 2007-2009)
·         Gaya pacaran lebih mengutamakan konsep kontak fisik seperti ciuman, petting, making love dan lain sebagainya (tahun 2010-2012).
·         Busana yang dikenakan remaja masih pantas dan sopan serta tidak aneh-aneh, tidak terlalu mengikuti tren yang sedang booming. (tahun 2007-2009).
·         Busana yang dikenakan bertumpu pada mode yang lagi tren, mode yang diterapkan sebagai gaya hidup fashion lebih condong menimbulkan dampak yang negatif (tahun 2010-2012).
·         Film porno belum terlalu beredar (tahun 2007-2009).
·         Film porno sudah berkembang di kalangan remaja dan sudah menjadi konsumsi yang menjadi candu (tahun 2010-2012).


·         Warnet dan kafe belum terlalu menjamur, sehingga pacaran di warnet dan di kafe belum menjadi tren di kalangan remaja (tahun 2007-2009).
·         Warnet dan kafe telah menjamur dan pacaran di tempat tersebut telah menjadi tren yang sedang digemari oleh para remaja (tahun 2010-2012).
·         Pengaruh teman belum terlalu signifikan dalam mempengaruhi gaya pacaran (2007-2009).
·         Pengaruh teman telah begitu signifikan dalam gaya pacaran remaja (tahun 2010-2012).
Dapat dikatakan bahwa pada tahun 2010-2012 gaya pacaran remaja telah menuju ke dalam proses kemerosotan moral yang tidak. Gaya pacaran yang tidak sehat yang sedang menjadi tren telah mengakibatkan hal-hal buruk di dalam dunia remaja, seperti seks bebas/free sex akan menimbulkan hamil di luar nikah, pernikahan di usia muda, tingkat aborsi yang cukup tinggi dan lain sebagainya.

B.     SARAN
Dari kesimpulan di atas, seharusnya gaya pacaran yang tidak sehat di kalangan remaja harus dicegah, karena hal tersebut menimbulkan akibat-akibat yang merugikan remaja baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Sebagai upaya pencegahan terhadap gaya pacaran yang tidak sehat, dapat disarankan hal-hal sebagai berikut :
·         Diadakan sosialisasi kepada remaja di sekolah-sekolah bahwa pacaran itu tidak seharusnya diartikan sebagai wadah untuk mengeksplorasi nafsu kepada lawan jenis/kontak fisik baik langsung maupun tidak langsung.
·         Penyuluhan terhadap usaha warnet dan kafe serta adanya sanksi tegas kepada pengusaha warnet dan kafe apabila terjadi praktek penyediaan tempat mesum oleh pihak kepolisian.
·         Perhatian lebih dari orang tua kepada putra-putrinya dalam melihat situasi sosial yang sedang terjadi di kalangan remaja (menegur putrinya apabila mengenakan busana minim).
·         Memilih teman yang baik, sebab apabila remaja memiliki teman yang baik persentase untuk terjerumus ke gaya pacaran tidak sehat lebih sedikit.
·         Pembekalan agama yang cukup bagi remaja itu perlu diberikan agar menjadi tameng yang kuat di dalam dirinya supaya tidak terjerumus ke gaya pacaran yang lebih menonjol sisi negatifnya.

C.    DAFTAR RUJUKAN
Hurlock Elizabeth, B. 1992. Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga.
DeGenova Kay, M. & Rice Philip, F. 2005. Intimate Relationship, Marriage and Families. Boston: McGraw-Hill.
Walgito, B. 1978. Kenakalan Anak (Juvenile Delinquency). Yogyakarta: UGM Press.
Carapedia.com/pengertian_gaya_hidup_menurut_kbbi_info1832.html


1.      WAWANCARA I
Kamis 15 November 2012 pukul 09.30 WIB, peneliti melakukan wawancara dengan seorang siswi salah satu SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) ternama di kabupaten Ponorogo.
Peneliti : Selamat siang mbak, apakah ada waktu luang?
Tata : Selamat siang mas, ada kok, kenapa ya mas? Ada apa ya?
Peneliti : Saya ingin melakukan wawancara dengan mbak, apakah mbak berkenan?
Tata : Boleh mas.
Peneliti : Nama mbak siapa dan kelas berapa?
Tata : Nama saya Tata, aku kelas XI.
Peneliti : Apakah mbak sudah punya pacar?
Tata : Sudah
Peneliti : Apakah pacar mbak dari sekolah ini juga?
Tata : Bukan mas, pacar saya dari sekolah lain.
Peneliti : Menurut mbak, apa sih definisi pacaran menurut versi mbak?
Tata : Pacaran itu ya ada ikatan, ada komitmen, selanjutnya ya dijalani aja mas. Going the flow.
Peneliti : Apakah dalam hubungan pacaran mbak ada tuntutan-tuntutan tertentu?
Tata : Ya pasti adalah mas.
Peneliti : Dalam berpacaran sudah pernahkah terjadi kontak fisik?
Tata : Kontak fisik yang bagaimana maksudnya mas?
Peneliti : Seperti pegangan tangan, ciuman dan sebagainya?
Tata : Ya sudahlah mas. Hari gini gitu lo.
Peneliti : Sejauh mana mbak kontak fisik yang mbak lakukan dengan pacar mbak?
Tata : Kontak fisik yang begituan to mas maksudnya?
Peneliti : Iya mbak.
Tata : Saya sudah melakukan hal-hal yang umum dilakukan oleh remaja seusia aku.
Peneliti : Seperti apa mbak?
Tata : Ya ciuman di pipi, di kening, di bibir, petting (menyedot puting payudara) bahkan ml/making love (berhubungan badan).
Peneliti : Apakah dalam berpacaran harus seperti itu ya mbak?
Tata : Iyalah mas, itu tuntutan dari cowok aku, kalau tidak aku turutin maka hubunganku sama dia tidak harmonis dan nanti aku dianggap tidak sayang sama cowokku mas.
Peneliti : Mbak melakukan hal seperti itu atas tuntutan sayang?
Tata : Iya mas, lagian itu juga sudah wajar kok, teman-temanku juga begitu semua kok sama cowoknya,
Peneliti : Apakah mbak tidak merasa dirugikan atau menyesal melakukan hal seperti itu?
Tata : Tidak menyesal kok, biasa aja mas. Lagian aku juga sayang banget sama dia. Wajar aja kalau aku nurutin apa maunya dia.
Peneliti : Apa mbak tidak takut kalau melakukan hal-hal tadi bisa menyebabkan dampak buruk dalam diri mbak sendiri dan buat cowok mbak?
Tata : Takut sih mas, tapi mau bagaimana lagi.
Peneliti : Apakah menurut mbak pacaran yang mbak lakukan dengan pacar mbak sudah baik?
Tata : Ya enggak sih mas. Hehehehe. Namanya juga anak muda mas. Maklum dong. Zaman gini kalau tidak melakukan pacaran seperti tidak gaul mas.
Peneliti : Ow, begitu ya mbak.
Tata : Ya iyalah mas.
Peneliti : Dalam melakukan hal-hal tersebut dengan cowok mbak, biasanya di rumah apa dimana mbak?
Tata : Biasanya di warnet mas atau nggak ya di kafe.
Peneliti : Di warnet atau di kafe mbak? Apa nggak malu?
Tata : Nggak mas. Banyak kok remaja lainnya yang pacaran di warnet dan dan kafe.
Peneliti : Soal busana yang lagi booming/tren di kalangan remaja di Ponorogo apa aja mbak?
Tata : Hmmm, kaos transparan, hot pen, celana pensil dan kaos ketat, bokser, tanktop dan lainnya mas.
Peneliti : Apakah mbak juga mengikuti tren mode pakaian yang lagi booming itu?
Tata : Ya iyalah mas, secara aku kan masih muda. Kalau nggak ngikutin yang lagi tren, bisa-bisa aku dibilang nggak gaul ama temen-temenku mas.
Peneliti : Terima kasih ya mbak buat waktunya dan kesediaannya untuk diwawancarai.
Tata : Ya mas. Nyantai aja.

2. WAWANCARA II
Jum’at 16 November 2012 pukul 13.00 WIB, peneliti melakukan wawancara dengan Mas Eko seorang lulusan Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) ternama di kabupaten Ponorogo tahun 2007.
Peneliti : Selamat siang mas, boleh saya mengganggu sebentar?
Eko : Selamat siang. Boleh mas.
Peneliti : Bolehkah saya mewawancarai mas?
Eko : Boleh. Wawancara tentang hal apa ya mas?
Peneliti : Soal pacaran mas.
Eko : Ow. Hehehehe. Ya ya mas. Silahkan.
Peneliti : Menurut versi mas, apa sih definisi pacaran itu?
Eko : Pacaran itu ya ada ikatan, ada komitmen, bisa saling mengerti dan memahami serta tidak aneh-aneh dalam melakukan hubungan dengan jenis, sebab pacaran ialah ikatan yang tidak sah secara agama, jadi di dalam menjalin hubungan dengan lawan jenis ada batasan-batasannya, tidak ada kebebasan mutlak dalam menjalin hubungan itu.
Peneliti : Begitu ya mas. Jadi pada waktu mas pacaran di tahun 2007-2009 pandangan seperti itu yang berkembang. Apakah seperti itu mas?
Eko : Ya mayoritas seperti itu paradigma yang berkembang di kalangan remaja seumuran saya pada waktu itu mas.
Peneliti : Menurut mas, gaya pacaran remaja sekarang tahun 2010-2012 bagaimana mas?
Eko : Wah, sudah parah mas. Zaman saya sekolah dulu saja nggak gitu-gitu amat pacarannya.
Peneliti :  Malah pada tahun 2010-2012, paradigma yang berkembang di kalangan remaja dalam gaya pacaran adalah kalau pacaran tidak ciuman dan making love (berhubungan badan) bukan pacaran namanya. Bagaimana tanggapan mas soal masalah ini?
Eko : Ya benar-benar parah mas pandangan dan moral remaja kita sekarang. Pacaran jangan diartikan hanya sebagai wadah untuk mengeksplorasi nafsu, pacaran tidak untuk kontak fisik. Pemikiran remaja kita sungguh dangkal dalam definisi dan maksud dari pacaran itu sendiri. Mereka hanya meniru kebudayaan barat, lagian mereka juga masih ababil (abg labil), mudah tergoda, terpengaruh dan ingin melakukan hal-hal baru yang mereka anggap asing di dalam hidup mereka. Gaya pacaran remaja sekarang (tahun 2010-2012) sudah sangat berbeda dengan zaman saya, pacaran mereka hanya monoton untuk kontak fisik saja (ciuman, making love, petting, cupang), pacaran mereka benar-benar lebih banyak menimbulkan hal-hal negatif dan tidak sehat gaya pacaran mereka. Padahal pada waktu saya masih sekolah dulu, masih SMA (tahun2007-2009) hal-hal yang mereka lakukan, jarang dilakukan oleh kami, sebab hal-hal seperti itu masih tabu mas. Kami juga takut terhadap efek yang ditimbulkan apabila melakukan hal-hal seperti itu.
Peneliti : Menurut pemikiran mas sendiri, pacaran yang sehat itu seperti apa?
Eko : Pacaran yang sehat itu ya yang membangun mas, pacaran itu menurut yang saya alami itu untuk mendongkrak prestasi di sekolah dan mematangkan pemikiran kita sebagai manusia.
Peneliti : Dalam survei yang dilakukan oleh Lembaga Sosial dan Dinas Kesehatan di kabupaten Ponorogo, pada tahun 2010-2012 remaja di tingkat SMA/SMK/MA 80% lebih sudah tidak perawan. Bagaimana mas pendapat anda soal keperawanan di masa mas masih sekolah dulu dan pada masa sekarang?
Eko : Masalah keperawanan di waktu saya masih sekolah dulu masih banyak yang menjunjung tinggi, sebab hal tersebut begitu sensitif buat perempuan. Tapi pada zaman sekarang, masalah keperawan tidak terlalu penting menurutku, sebab pandangan mereka (remaja) telah terpengaruh kebudayaan barat/luar. Label sudah tidak perawan sudah dianggap lumrah atau wajar pada zaman sekarang. Padahal zaman dulu ketika saya masih sekolah, apabila ada remaja yang ketahuan sudah tidak perawan, maka teman-teman lain akan mengucilkan remaja tersebut dan remaja tersebut akan terganggu psikisnya (bahkan sampai ada yang keluar sekolah sebab tidak kuat terhadap hukuman oleh teman-temannya). Tetapi remaja sekarang apabila ketahuan sudah tidak perawan, remaja tersebut nyantai-nyantai aja, temannya juga tidak ada yang mengucilkannya, sebab remaja yang lain juga banyak yang sudah tidak perawan. Pada zaman sekarang masalah keperawanan tidak terlalu dinilai dan dihargai, pada zaman saya masih dihargai, begitu dihargai mas.
Peneliti : Jadi bisa dikatakan bahwa gaya pacaran yang tidak sehat menimbulkan efek-efek buruk terhadap sikap remaja, begitu mas?
Eko : Ya mas, sebagian besar memang begitu kenyataannya, itu sudah menjadi realita di kalangan remaja. Pacaran yang tidak sehat dengan melakukan kegiatan mesum sudah menjadi konsumsi buruk remaja zaman sekarang.
Peneliti : Akhir-akhir ini, menurut pengamatan saya, para remaja dalam berpacaran lebih condong menggunakan tempat seperti warnet dan kafe, bagaimana tanggapan mas dalam masalah ini?
Eko : Dalam masalah tersebut, sepertinya gaya pacaran di warnet dan di kafe mungkin sedang menjadi tren di kalangan remaja. Soal pacaran di warnet dan di kafe, seolah-olah yang punya warnet dan kafe menyediakan jasa dan memberi kesempatan kepada mereka melakukan perbuatan mesum di tempat usahanya.
Peneliti : Soal peredaran film porno di kalangan remaja, apakah hal tersebut juga menjadi salah faktor penyebab adanya perubahan gaya pacaran yang tidak sehat?
Eko : Film porno yang beredar di kalangan remaja juga menjadi faktor yang mengubah cara pandang mereka dalam berhubungan dengan lawan jenis (pacaran). Dalam benak mereka ingin meniru adegan mesum dalam film porno dengan pasangan mereka. Mereka hanya menuruti nafsu dan tidak mempunyai pikiran akan konsekwensi yang ditimbulkan dari perbuatan tersebut. Film porno benar-benar menjajah remaja zaman sekarang dan memberikan dampak psikis yang buruk.
Peneliti : Menurut mas, bagaimana cara penanggulangan atas fenomena di kalangan remaja yang sudah rusak dalam gaya pacaran yang condong ke arah tidak sehat?
Eko : Ya seharusnya para remaja diberi pendidikan agama yang kuat, diberi pendidikan seks yang cukup dan para orang tua memberi perhatian lebih kepada anaknya agar mereka para remaja tidak melakukan pacaran yang aneh-aneh.
Peneliti : Terima kasih banyak mas atas waktu luangnya.
Eko : Sama-sama mas.